Jumat, 27 Maret 2015

SEJARAH KESEHATAN MENTAL, PERBEDAAN KONSEP KESEHATAN MENTAL BARAT DAN TIMUR, KONSEP SEHAT

Halo teman-teman.. berjumpa lagi nih kita sekarang, walaupun sempat gak nulis di blog kemarin-kemarin hehe. Apa kabar nih kalian semua? Pada sehat atau lagi sakit? Buat yang lagi sakit cepet sembuh yaa (hihihi). Buat yang sehat, yakin nih kalian sehat? Hmm emangnya menurut kalian keadaan sehat tuh yang kayak gimana sih? Apa kita dapat dikatakan sehat hanya dari fisik saja? Hmm mau tau gak nih konsep dari sehat itu seperti apa? Oke kita bahas di materi kita kali ini. Tapi kali ini saya gak Cuma bahas tentang konsep sehat nih, saya juga akan bahas tentang sejarah kesehatan mental dan bagaimana sih perbedaan konsep kesehatan mental di Barat dengan Timur. Yukk kita baca dan pahami yah J

                1.      Sejarah Kesehatan Mental
            Kesehatan mental berkembang seiring degan adanya revolusi pemahaman masyarakat                mengenai mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat barat.                    Adapun tahap-tahap perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:
1.      Tahap Demonology (sebelum abad pertengahan)
Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentang kakuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti:upacara ritual, penyiksaan atau perlaukuan tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.

2.      Tahap Pengenalan Medis (4 abad SM- abad ke6 SM)
Mulai 4 abad SM munsul tokoh-tokoh bidang medis(Yunani): Hipocrates, Hirophilus Gelenus, Vesalinus, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan keras dari aliran yang menyakini adanya roh jahat.

3.      Tahap Sakit Mental dan Revolusi Kesehatan Mental
Mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya: Phillipe pinel. Mengutamakan persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam: pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan dan upaya penyembuhan. Tokoh-tokoh lain yang mendukung adalah:
a.       William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien asylum
b.      Benjamin Rush (1745-1813), di Ameriks serikat: merupakan bapak kodekteran jiwa Amerika.
c.       Emil Kraplein (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental pertama
d.      Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan abntuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara.
e.       Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yang mendirikan gerakan kesehtan mental di Amerika

4.      Tahap Pengenalan Faktor Psikologis (abad ke-20)
Merupakan Revolusi Kesehatan Mental ke-2: munculnya pendekatan psikologis (psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita gangguan mental secar medis dan psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmun Freud, yang 4 kesehatan mental melakukan: penanganan hipnose, katarsis, asosiasi bebas, analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi maslah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).

5.      Tahap Multifaktorial
Mulai berkembang setelah perang dunia ke II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan factor interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan social. Interaksi semua factor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat. Merupakan revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku “A Mind That Found It Self”), William James, dan Adolf Mayer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
a.       Pengembanagan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mental
b.      Penyebaran informasi yang mengara pada sikap inteligen dan humanis pada penderita gangguan mental
c.       Mengadakan riset terkait
d.      Mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental. Adapun organisasi terkait yang berkembang, antara lain: Society for Improvement The Condition of The Insane (London-1842) dan Amerika Social Hygiene Association (AS-1900)

                  2.      Perbedaan Model Kesehatan Barat dan Timur
1.      Model Barat
A.    Model Biomedis (Fruend,1991)
Dipengaruhi oleh filosofi Yunani (Plato dan Aristoteles). Manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Ditambah dengan perkembangan biologi, prnyakit dan semata-mata dihubungkan dengan tubuh saja. Semboya “Men Sana In Corpore Sano”. Memiliki 5 asumsi: (Freund,1991)
·         Terdapat perbedaan nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada satu bagian tubuh tertentu
·         Penyakita dapat dreduksi pada gangguan fungsi tubuh
·         Penyakit disebabkan oleh suatu penyebab khusus yang secara potensial dapat diidentifikasi
·         Tubuh seperti sebuah mesin
·         Tubuh adalah objek yang perlu diatur dan dikontrol

B.     Model Psikiatris (Helman,1990)
Penggunaan berbagai model untuk menjelaskan penyebab gangguan mental
a.       Model organic: menekankan pada perubahan fisik dan biokimia di otak
b.      Model psikodinamik: berfokus pada factor perkembangan dan pengalaman
c.       Model behavioral: psikosis terjadi karena kemunginan kemungkinan lingkungan
d.      Model social: menekankan gangguan dalam konteks performansnya

C.    Model Psikosomatis (Tamm, 1993)
Muncul karena ketidakpuasan dengan model biomedis. Dipelopori oleh Helen Flanders Dunbar (1930-an). Tidak ada penyakit fisik tanpa disebabkan oleh anteseden emosioanal dan social. Sebaliknya tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom somatic. Penyakit berkembang melalui saling terkait secara berkesinambungan antara factor fisik dan mental yang saling memperkuat satu sama lain melalui jaringan yang kompleks.
  
2.      Model Timur
Lebih bersifat holistic (Joesoef,1990)
a.      Holistic Sempit
Organisme manusia dilihat sebagai suatu system kehidupan yang semua komponennya saling terkait dan saling tergantung.
b.      Holistic Luas
System tersebut merupakan suatu bagian integral dari system-sistem yang lebih luas, dimana organisme individual berinteraks terus menerus dengan lingkungan fisik dan sosialnya yaitu tetap terpengaruh oleh lingkungan tapi juga bisa mempengaruhi dan mengubah lingkungan.

                  3.      Konsep Sehat
Sehat dan sakit adalah dua kata yang salig berhubungan erat dan merupakan bahasa kita sehari-hari. Dalam sejarah kehidupan manusia istilah sehat dan sakit dikenal di semua kebudayaan. Sehat dan sakit adalah suatu kondisi yang seringkali sulit untuk kita artikan meskipun keadaan ini adalah suatu kondisi yang dapat kita rasakan dan kita amati dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini kemudian akan mempengaruhi pemahaman dan pengertian seseoranng terhadap konsep sehat  misalnya, orang tidak memiliki keluhan-keluhan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa anak yang gemuk adalah anak yang sehat meskipun jika mengacu pada standard gizi kondisinya berada dalam status gizi lebih atau overweight. Jadi factor subyektifitas dan kultural juga mempengaruhi pemahaman dan pengertian mengenai konsep sehat yang berlaku dalam masyarakat.
Kondisi sehat dan sakit pada manusia merupakan suatu kontinum, sehingga sangat sulit memberikan batasan yang jelas saat melakukan evaluasinya. Akan tetapi, mengamati fenomena tersebut, maka diyakini taraf kesehatan seseorang dapat ditingkatkan bahkan dioptimalkan. Hal inilah yang mendasari Gerakan Kesehatan Mental dewasa ini. Tidak hanya memandang bagaimana seseorang sembuh dari sakitnya, tetapi bagaimana meningkatkan taraf kesehatan seseorang menjadi lebih optimal.
Sehat (Health) secara umum dapat dipahami sebagai kesejahteraan secara penuh (keadaan yang sempurna) baik secara fisik, mental, maupun social, tidak hanya terbebas dari penyakita atau keadaan lemah. Sedangkan di Indonesia, UU Kesehatan No 23/1992 menyatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan social dimana memungkinkan setiap manusia untuk hidup produktif baik secara social maupun ekonomis.
World Health Organization (WHO, 2001), menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang didalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola kehidupannya yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta beperan serta di komunitasnya. Pengertian sehat yang dikemukakan oleh WHO ini merupakan suatu kadaan ideal, di sisibiologis, psikologis dan social sehingga seseorang dapat melakukan aktifitas secara optimal. Definisi sehat yang dikemukakan oleh WHO mengandung 3 karakteristik, yaitu:
1.      Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia
2.      Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan eksternal
3.      Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif. Sehat bukan merupakan suatu kondisi tetapi merupakan penyesuaian, dan bukan merupakan suatu keadaan tetapi merupakan proses dan yang dimaksud dengan proses disini adalah adaptasi individu yang tidak hanya terhadap fisik mereka tetapi terhadap lingkungan sosialnya.
Jadi dapat dikatakan bahwa batasan sehat menurut WHO meliputi fisik, mental dan social.

Sedangkan batasan sehat menurut Undang-undang Kesehatan meliputi fisik (badan), mental (jiwa), social dan ekonomi. Sehat fisik yang dimaksud disini adalah tidak merasa sakit dan memang secara klinis tidak sakit, semua organ tubuh normal dan berfungsi normal dan tidak ada gangguan fungsi tubuh. Sehat mental (jiwa) mencakup:
1.      Sehat pikiran tercermin dai cara berpikir seeorang yakni mampu berpikir secara logis (masuk akal) atau berpikir runtut.
2.      Sehat Spiritual tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, atau penyembahan terhadap pencinta alam dan seisinya yang dapat dilihat dari praktek keagamaan dan kepercayaan serta perbuatan baik yang sesuai dengan norma-norma masyarakat.
3.      Sehat Emosional tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya atau pengendalan diri yang baik.
Sehat social adalah kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain secara baik atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa membeda-bedakan ras, suku, agama, atau kepercayaan, status social, ekonomi, politik.
Sehat dari aspek ekonomi yaitu mempunyai pekerjaan atau penghasilan secara ekonomi. Untuk anak dan remaja ataupun bagi yang sudah tidak bekerja maka sehat dari aspek ekonomi adalah bagaimana kemampuan seseorang untuk berlaku produktif secara social.
Nah, jadi sekarang teman-teman semua tau kan gimana sehata yang sebenarnya. Sehat bukan Cuma dari fisiknya aja nih, tapi juga dari mental (jiwa) dan juga lingkungan sosialnya. So, kalau kalian ngerasa jiwa kalian atau lingkungan social kalian gak nyaman, bisa jadi kalian lagi tidak sehat dalam artian yang sesungguhnyaJ  
Semoga tulisan saya kali ini bisa bermanfaat buat kalian semua yah. Dan tetap jaga kesehatan kalian semua yah teman, karna sehat itu mahal lohJ


SUMBER
1.      Dewi, Kartika Sari. 2012. Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang.
3.     fakhrurrozi.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/24029/KesMen.ppt  (diunduh pada 25 Maret 2015)

nama : Dian Istiqomah 
NPM : 12413368
kelas : 2PA11